BERITA PROPERTI – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan sejak 2015 industri properti Inodonesia selalu tumbuh di bawah pertumbuhan PDB. Pada 2018 lalu, pertumbuhan sektor real estate hanya sebesar 3,58 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang sebesar 3,66 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan kontribusi sektor real estate terhadap PDB hanya sekitar 3 persen dalam beberapa tahun terakhir. Untuk itulah, pemerintah memberikan menyiapkan paket pelonggaran pajak atau insentif fiskal bagi industri sektor properti.
[irp]
Insentif berupa pelonggaran pengenaan pajak itu diberikan bagi seluruh kategori properti hunian, baik hunian atau rumah sederhana hingga berkategori mewah. “Pasalnya real estate mengalami pelemahan pertumbuhan, konsisten turun di angka 3,58 persen, ini cukup mengkhawatrikan,” ujar dia di Jakarta, pekan lalu.
“Dengan kondisi sektor properti yang terus turun di bawah pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah perlu memberi kebijakan yang tepat ke sektor properti berupa insentif,” lanjut Suahasil. “Sektor properti sebagai penarik perekonomian yang menghasilkan multiplier effect,” tukasnya lagi.
Insentif yang diberikan bagi kategori hunian sederhana berupa peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Pelonggaran PPN ini berlaku untuk Rumah Sederhana sesuai daerahnya, serta pembebasan PPN atas rumah atau bangunan korban bencana alam.
[irp]
Kedua insentif tersebut diatur secara spesifik dan jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/PMK.010/2019 Tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut Suahasil dari paparannya, peraturan ini bertujuan mempertahankan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh rumah dan membantu meringankan beban masyarakat korban bencana alam untuk memiliki rumah tinggal kembali.
Adapun untuk kategori hunian mewah, insentif yang diberikan yakni peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM dari Rp 5-10 miliar menjadi Rp 30 miliar. Serta, penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari tarif 5 persen menjadi 1 persen.
[irp]
Suahasil mengatakan, kebanyakan pengembang lebih berminat untuk membangun perumahan mewah karena margin keuntungannya lebih tinggi dibanding menjual rumah sederhana. “Kebijakan properti mewah perlu diberi insentif agar pengembang memiliki keuntungan (margin profit) yang lebih tinggi membangun rumah medium dan sederhana,” katanya.
Selain itu, terdapat simplifikasi prosedur validasi PPh Penjualan Tanah atau Bangunan, dari 15 hari kini hanya menjadi 3 hari. Seluruhnya diatur PMK 86/2019 tentang perubahan atas PMK 35/2017 Tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Menurut Suahasil, sektor properti berhubungan dengan hampir seluruh sektor yang penting bagi perekonomian di antaranya sektor konstruksi, jasa keuangan, perdagangan, informasi dan komunikasi, jasa perusahaan, bahkan industri makanan, transportasi, pergudangan, dan lain-lain. (Artha Tidar)
Paket kebijakan pelonggaran pajak untuk sektor properti :
- Penyesuaian batasan tidak kena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) rumah sederhana sesuai daerahnya
- Pembebasan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam
- Peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh (Pajak Penghasilan) dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) dari Rp5-10 miliar menjadi Rp30 miliar
- Penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari 5 persen menjadi 1 persen
- Simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah/bangunan dari 15 hari menjadi 3 hari kerja