Propertynbank.com – Siapa tak kenal Bung Hatta? Banyak jejak bijak pun warisan kebangsaan dan kenegaraan dari Hatta, sebut saja dengan HattaPrudence. Kebijaksanaan Utama Hatta: disingkat JaksMa Hatta.
Tahun awal setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, –walau terus dikuncah Belanda, yang tak ridho dan bersusah-payah “move on” dari watak kolonialis– pas tahun ke-5 Indonesia Merdeka digelar Kongres Perumahan Sehat (KPS) yang pertama tanggal 25-30 Agustus 1950. KPS di kota Bandung diawali pidato Hatta gempita. Menghasilkan tiga keputusan penting.
Apa saja itu? Kongres yang dihelat segera setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia merdeka– menjadi tonggak sejarah perumahan rakyat Indonesia. Tersebab itu tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional (Hapernas). Dengan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 46/KPTS/M/2008.
Kiranya itulah alibi sejarah, bahwa tonggak penting Proklamasi Kemedekaan adalah Merdeka dari Kemiskinan Perumahan Rakyat. Dalam bertindak bijak, mari memakai Jasmerah: Jangan melupakan sejarah.
Sebab itu, ketersediaan rumah sehat, –yang saya strukturkan ke dalam portopolio Kesejahteraan Perumahan–, adalah alasan mengapa kita Merdeka. Analog, sejahtera adalah alasan kita bernegara (merdeka).
Kini, jutaan rakyat masih tidak punya rumah. Sempat bergerak isu Darurat Perumahan Rakyat. Sebab defisit perumahan (backlog) sempat menyintuh 15 juta rumah. Backlog itu sulit direm. Melajunya, pasti. Karena ada saja dirayakan keluarga muda dan warga baru. Apabila pemerintah tidak membuat terobosan melawan Kemiskinan Perumahan Rakyat itu, backlog menjadi alarm kedaruratan.
Tentu, bukan hanya membangun fisik-feat- statistik sahaja. Bukan menjadi rumah yang kosong. Permukiman yang ditinggalkan. Mulai-lah dari rumah! Tepatnya dari rumah yang genah, awal penting kepada negeri yang genah.
Bagaimana dengan derap Program Sejuta Rumah (PSR)? PSR itu bagus! Namun perlu dibaca bukan penekanan pada angka sejutanya. Yang hanya statistik saja. Yang melulu fisik bangunan belaka. Makanya tak pas jika sukses dan pewartaannya, hanya dipersamakan dengan angka serapan pembiayaan sahaja. Namun musti kepada genahnya. Konteks perumahan bukan pada kata benda. Namun kata sifatnya: Genah. Layak. Sehat. Bertumbuh. Bangun perumahannya, bahagiakan warganya.
Sebelum kebijakan PSR itu, pernah muncul kekuatiran publik akan darurat perumahan. “Saat ini, kita sudah mulai masuk pada kondisi ‘Darurat Perumahan Rakyat’ dan ini sangat berbahaya karena bisa berdampak sosial, ekonomi, dan politik di grass root,” begitu ulasan Ketua Housing Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto, yang jejaknya masih awet di situs berita online Investor Daily, Senin (2/9/2013).
Sebab itu, urusan perumahan rakyat ini bukan tupoksi satu sektor saja. Lantas? Hemat saya, itu tanggungjawab negara terutama pemerintah. Rujuklah konstitusi bertempat tinggal Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, dan konstitusi HAM Pasal 28 I ayat 4 UUD 1945.
Sebab itu, ijinkan saya menimbang postulat bahwa, Program Backlog Nol ialah agenda negara. Agenda semua untuk semua! Ya, semua kita “memerangi” semua halangan untuk persediaan perumahan rakyat. Hal itu analog dengan adagium hukum publik internasional: ‘Bellum Omnium Contra Omnes’. Semua lawan semua. Melawan kemiskinan perumahan rakyat.
HattaPrudence Atasi Backlog Perumahan
Kembali ke HattaPrudence. Mengikuti “Omnium Spirit” Bung Hatta pada Perumahan Rakyat, Anies Baswedan, membuat terobosan. Yakni kebijakan yang dimaksudkan mengatasi defisit perumahan alias Backlog.
Soalnya, pembiayaan perumahan rakyat belum lepas dari payah. Anies menerobos itu dengan jurus bebas uang muka a.k.a Down Payment Nol (DP Nol).
Waktu sekian tahun berlalu. Jurus DP Nol kemudian diikuti. Tahun 2021, Bank BTN yang perintis, jawara skema KPR, mengikuti policy DP Nol. Bahkan, DP Nol plus pajak pertambahan nilai (PPn) nol persen.
Executive Vice President Nonsubsidize Mortage & Personal Loan BTN Suryanti Agustinar mengatakan kerja sama tersebut untuk menggenjot pencapaian target realisasi KPR nonsubsidi.
Bagian fokus misi konstitusional bank perumahan. Pun, menuju yang terbaik 2025 di ASEAN!
Pembaca yang bersemangat. Kala digemakan jurus DP Nol, sontak saya akur, mendukung, dan soor! Soor kepada jurus pembiayaan alternatif untuk menyediakan perumahan yang terjangkau (affordable housing), dan layak (adequate) –yang bunyi dalam konsideran UU No.1 Tahun 2011. Saya menambahkan prinsip ini: untuk semua (for all)!
Dengan sokongan konstitusi hunian dan konstitusi HAM, sebagai law of laws, dengan ikhtiar sungguh-sungguh, saya percaya Backlog Nol bisa dikerjakan. Menuju merdeka dari kemiskinan perumahan. Backlog Nol, sebagai JaksMa membahagiakan warga. Tabik. (Bersambung ke-2)
Penulis : Muhammad Joni, pengamat hukum properti