
BERITA PROPERTI – Dua kebijakan relaksasi pajak yang pada bulan lalu dilepas pemerintah, diproyeksi bisa menjadi pendorong permintaan terhadap penjualan hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
“Relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) membuat permintaan stok apartemen kelas atas, meningkat,” kata Senior Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto dalam paparannya, awal pekan lalu.
Namun, kata Ferry, kedua kebijakan relaksasi dianggap tak akan memberikan dampak signifikan terhadap hunian mewah secara keseluruhan, melainkan hanya hunian mewah yang berada dalam rentang harga Rp10 miliar-Rp30 miliar. Pasar apartemen mewah hanya mengambil porsi 1 persen dari keseluruhan pasokan apartemen yang ada di Indonesia.

[irp]
Lalu apartemen kelas atas 10 persen, menengah 67 persen, dan 22 persen adalah apartemen kelas bawah. “Sedikit sekali pasar apartemen mewah di Indonesia,” jelasnya. Berdasarkan data Colliers International Indonesia, pasokan apartemen di Jakarta yang eksisting dan masih dalam perencanaan (pipeline) sampai 2022 diperkirakan mencapai 248.790 unit.
Jika ditelaah lebih lanjut, jumlah pasokan apartemen mewah di Jakarta yang sudah ada saat ini dan hingga 2022, ada 12 proyek atau setara 2.772 unit. Artinya, hanya sekitar 56 persen atau 1.551 unit yang mematok harga di atas Rp10 miliar per unit. Dari 1.551 unit itu, sekitar 36 persen sudah terjual.
[irp]
Sementara sisanya yang masih belum laku terjual dipastikan akan mendapatkan keuntungan dari adanya kebijakan relaksasi pajak tersebut. “Artinya, hanya ada 989 unit atau 0,4 psesen dari total 248.790 unit,” tegasnya. Meski demikian, ia menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut.
Hal tersebut diyakini akan memberikan sentimen positif terhadap industri properti Tanah Air di masa mendatang. “Di sini terlihat bahwa memang ada keinginan pemerintah agar sektor properti bisa lebih maju lagi ke depannya,” ungkapnya.
[irp]
Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintahan ke depan tk perlu lagi memberi insentif untuk menggaet investor luar agar mau menanamkan modal di Tanah Air. “Yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi insentif ini sudah efektif atau belum,” ujarnya.
Ia menilai pemerintah beberapa tahun terakhir tidak tepat sasaran dalam menerapakan tax holiday atau bebas pajak yang terlalu besar serta pengurangan pajak ke semua sektor. Padahal, kebijakan itu hanya perlu dilakukan di sektor-sektor prioritas sehingga tidak berdampak pada defisit transaksi neraca perdagangan nasional.
Sebagai informasi, pada 10 Juni 2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.010/2019 tentang Perubahan atas PMK Nomor 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
[irp]
Setelah menurunkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas rumah mewah, apartemen, atau kondominium, dengan pertimbangan mendorong pertumbuhan sektor properti, pemerintah turut menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen dengan harga di atas Rp30 miliar.
Penurunan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 soal Perubahan Kedua atas PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. (Artha Tidar)