EKONOMI – Pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor properti.
Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat di sektor industri perumahan. Diakui memang, sektor properti dan konstruksi mengalami kontraksi di Tahun 2020. Padahal kedua sektor ini memiliki output multiplier yang tinggi. Selain itu, juga belum adanya pengaturan PPN yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan Rumah Tapak dan Unit Rumah Susun.
Beberapa kriteria rumah tapak dan rumah susun yang diberikan fasilitas yakni dengan kriteria sebagai berikut : memiliki hak jual maksimal hingga Rp5 Miliar, diserahkan secara fisik pada periode pemberian Insentif, merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni dan belum pernah dilakukan pemindahtanganan, diberikan maksimal 1 unit rumah tapak/unit hunian rumah susun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
PPN yang ditanggung pemerintah, hanya diberikan dengan PPN yang terutang atas pembayaran sisa cicilan dan pelunasan yang dibayarkan selama periode pemberian PPN DTP berdasarkan PMK ini. Dengan PPN DTP sebesar 100% untuk harga paling tinggi Rp2 Miliar dan 50% untuk harga lebih dari Rp2 Miliar-Rp5 Miliar. Hal ini berlaku apabila telah dilakukan pembayaran uang muka atau cicilan untuk transaksi yang pembayarannya paling lama bulan Januari 2021.
Dijelaskan juga bahwa Kewajiban Penjual (Pengusaha Kena Pajak) dalam membuat Faktur Pajak seperti, mencantumkan PPN ditanggung Pemerintah EKS PMK nomor 21/PMK.010/2021 menggunakan ketentuan untuk PPN DTP 100%, Faktur Pajak 007 dengan DPP 100% dari harga jual. Untuk PPN DTP 50%, Faktur Pajak 01 dengan DPP 50% dari harga jual dan Faktur Pajak 07 dengan DPP 50% dari harga jual, kemudian mencantumkan NPWP atau NIK Pembeli, mencantumkan Kode Identitas Rumah pada nama barang, dan membuat Laporan Realisasi PPN DTP Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
Fasilitas PPN DTP tidak didapatkan jika, dilakukan setelah berakhirnya periode PPN DTP sebelum berlakunya PMK ini, dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 tahun sejak penyerahan, tidak menggunakan Faktur Pajak sesuai ketentuan, tidak melaporkan laporan realisasi, dan tidak mendaftarkan BAST.
Sedangkan ketentuan peralihan juga harus diperhatikan untuk mendapatkan stimulus tersebut, sebagai contoh : atas Rumah Tapak atau hunian Rumah Susun yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN tidak dapat memanfaatkan PPN ditanggung Pemerintah pada PMK ini, rumah tapak atau rumah susun yang telah diserahkan AJB atau SKL dan BAST sesuai ketentuan Pasal 3 PMK 21/2001 dan diserahkan sebelum berlakunya PMK Penggantian PMK 21/2001 dapat diberikan PPN yang ditanggung Pemerintah. Namun, PKP tetap harus mendaftarkan BAST melalui aplikasi PUPR paling lambat 31 Agustus 2021.
Terhadap rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang belum diserahkan AJB atau SKL dan BAST namun telah dilakukan pembayaran sebelum berlakunya PMK Penggantian PMK 21/2021 maka mengikuti ketentuan PMK Penggantian PMK 21/2021. Faktur Pajak yang telah diterbitkan sebelum PMK Penggantian PMK 21/2021 tidak dilakukan pembetulan atau penggantian.
Tata cara pengawasan yang dilakukan DIP sebagai berikut, Direktorat DIP mengirimkan data FP ke KPP lalu diteruskan ke AR untuk melakukan control terhadap dokumen AJB/SKL dan BAST kepada Penjual dan jika ditanggapi maka diteruskan menajdi Penelitian atas pemenuhan kebutuhan namun jika tidak ditanggapi PKP diusulkan pemeriksaan khusus.
Penelitian atas pemenuhan ketentuan kemudian di cek kembali, jika sesuai maka dapat membuat konsep daftar nominatif. Namun jika tidak sesuai dapat dilakukan permintaan penjelasan data dan keterangan kepada PKP ataupun membuat konsep daftar nominatif yang semuanya dikontrol Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan.