PROPERTI – Konsultan properti, Savills Indonesia menyatakan serapan perkantoran maupun pusat perbelanjaan di DKI Jakarta merosot drastis pada semester I 2020 kemarin. Hal itu terjadi akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilaksanakan dalam rangka mempersempit penyebaran virus corona.
Dampak Pandemi Covid-19 beragam terhadap industri properti. Hal ini menyusul pemberlakuan dua tahap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, dan penerapan jam malam di kota penyangga Jakarta. Di sektor perkantoran, pengembang dan pengelola terus bernegosiasi dengan penyewa eksisting.
[irp]
Terkait harga sewa, demi mempertahankan tingkat hunian dan menutup ongkos operasional. Direktur Riset dan Konsultan Savills Indonesia Anton Sitorus mengaku penurunan serapan kantor paling terasa terjadi di central business district (CBD). Penurunan mencapai 58 persen menjadi 38.500 meter persegi.
Sementara itu, untuk wilayah non CBD, serapan turun 20 persen menjadi 35.300 meter persegi. “Memang akibat dari kondisi keterbatasan di luar bagi karyawan, sehingga banyak kantor tutup mempengaruhi rencana dan ekspansi perusahaan untuk menambah ruangan kantor,” ujarnya dalam Savills Indonesia Media Briefing, pada Kamis (17/09).
[irp]
Akibat kondisi itu, tingkat kekosongan (vacancy) perkantoran di wilayah CBD secara rata-rata kini mencapai 25 persen dan non CBD 27 persen. Di wilayah CBD, kekosongan paling banyak disumbang oleh gedung grade A, lantaran pasokannya 55 persen atau yang paling banyak.
“Pasokan gedung perkantoran di CBD juga didominasi dengan gedung kategori grade A, dan kebanyakan developer (pengembang) berlomba membangun gedung yang kualitasnya bagus. Harapannya, bisa menarik penyewa baru maupun eksisting, untuk berpindah ke lokasi merek dengan perbaikan kualitas dari kantor sebelumnya,” paparnya.
Dilihat dari lokasi, pasokan paling banyak ruang perkantoran CBD, berasal dari kawasan Sudirman sebanyak 42 persen dan Kuningan 33 persen. Ia memprediksi serapan ruang kantor di CBD masih mengalami tekanan sampai akhir tahun akibat pandemi, sehingga kekosongan pun diramal bertambah.
[irp]
Kondisi itu berbanding terbalik dengan pasokan ruang kantor, yang justru terus bertambah hingga akhir tahun. “Sampai akhir tahun penurunannya 30%-35%. Dengan proyeksi demikian tingkat vacancy akan meningkat tahun ini dan tahun depan. Pasokan masuk cukup tinggi, sehingga tingkat vacancy diprediksi 27 persen,” ucapnya.
Sedangkan wilayah non CBD, tingkat kekosongan paling tinggi berada di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Ia menuturkan proyeksi perkantoran non CBD tak banyak berbeda dengan CBD, yang terus tertekan hingga akhir 2020. Pasokan perkantoran kawasan non CBD juga bertambah 500 ribu meter persegi beberapa tahun ke depan.
Dari jumlah itu, sekitar 50 persen didominasi oleh perkantoran di kawasan Jakarta Selatan. “Kami perkirakan tingkat vacancy naik tahun ini dan tahun depan di kisaran 28 persen, sedikit lebih tinggi dari CBD. Tapi, seiring dengan menurunnya juga pasokan baru, tingkat vacancy akan kembali menurun di 2022,” ucapnya.
[irp]
Namun, di balik krisis kesehatan, sebagaimana halnya krisis yang terjadi sebelumnya, selalu ada peluang, kebutuhan, dan tren baru yang dimanfaatkan pengembang. Menurut Anton, tren ke depan untuk sektor perkantoran lebih mengarah ke flexible office untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan.
Terutama yang menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH). Namun begitu, tak semua perusahaan memiliki kemampuan untuk menyediakan infrastruktur demi mendukung kelancaran WFH bagi karyawannya. Oleh karena itu, opsi berkantor di coworking space akan dipertimbangkan.
Tren ruang kerja bersama ini bakal mengalami akselerasi. Seiring dengan pemanfaatkan teknologi informasi dan juga digitalisasi, terutama untuk perusahaan yang berbasis jasa. “Kebutuhan flexible office dan coworking space meningkat. Para operator dan pengembang ruang kerja bersama ini melakukan penyesuaian tren baru,” terangnya.
[irp]
Penyesuaian ini dilakukan agar ruang-ruang yang ditawarkan lebih nyaman, aman, dan higienis sesuai dengan kebutuhan akan kesehatan selama ataupun pasca Pandemi Covid-19. Dalam catatan Savills Indonesia, hingga Semester I-2020, terdapat 200 operator coworking space. Sebanyak 90 persen atau 180 di antaranya berada di Jakarta.
Beberapa operator yang melakukan ekspansi pada tahun ini adalah CoHive, Connext, GoWork, Kedasi, Ko+labora, UnionSpace, dan Wellspaces.com. Capaian tersebut, lebih sedikit dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada saat itu, penambahan ruang kerja bersama tercatat seluas 40.000 meter persegi.
Dengan ekspansi baru, total pasokan ruang kerja bersama saat ini sekitar 200.000 meter persegi,. Dengan kata lain, ruang seluas 200.000 meter persegi di Jakarta itu diperebutkah oleh 180 operator. Tak hanya ruang kantor, serapan pada pusat perbelanjaan juga anjlok hingga 77 persen pada paruh pertama 2020.
[irp]
“Sektor pusat perbelanjaan sewa di Jakarta, sejak diberlakukannya PSBB, kondisinya cukup challenging (menantang). Traffic pengunjung yang minim, berpengaruh ke tenant yang melakukan usaha, sehingga ekspansi ritel baru akhirnya boleh dibilang pending dengan kondisi pandemi seperti sekarang ini,” ujarnya.
Beberapa mal yang batal dibuka antara lain AEON Mal Lenteng Agung dan Senayan Park, karena jumlah pengujung sepi, padahal mal sudah memiliki komitmen awal dari tenant. Kondisi ini jauh dari prediksi sebelum pandemi. Dari sisi okupansi, Anton menyebutkan tingkat keterisian mal di Jakarta yang biasanya hampir 90 % kini tinggal 86 %.
[irp]
Berkaca dari kondisi saat ini, ia memprediksi tingkat kekosongan bertambah hingga akhir tahun lantaran banyak penyewa yang memutuskan hengkang. “Ini akan memberikan dampak pada vacancy yang saat ini berada di sekitar 10 persen mungkin akan naik sampai 12 persen -13 persen, sampai dengan akhir tahun,” pungkasnya. (Artha Tidar)