Propertynbank.com – Industri perumahan sejak Agustus 2024 lalu dihebohkan dengan habisnya kuota rumah subsidi FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). Para pengembang khususnya yang membangun rumah subsidi kesulitan melanjutkan pembangunan proyek perumahan sederhananya karena banyak unit-unit yang tidak bisa dilakukan akad kredit.
Permasalahan habisnya kuota FLPP sebenarnya bukan hal baru yang terjadi di industri perumahan dalam negeri. Hampir setiap tahun, permasalahan ini selalu muncul dan pada akhirnya mengganggu pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Oleh karena itu, banyak yang beranggapan pemerintah tidak serius dalam menangani industri properti khususnya perumahan menengah bawah.
Ketua Umum DPP IKADERI (Ikatan Dewan Pengembang Rumah Berdikari) Yoyo Sugeng Triyogo mengatakan, habisnya kuota rumah subsidi di tahun 2024, sama seperti kejadian tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena kuota tahun 2023 terealisasi sebanyak 229.000 unit dan semuanya terserap bagi MBR. Sedangkan tahun 2024 hanya disiapkan anggaran untuk 166.000 unit saja. Akibatnya terjadi kekurangan sebesar 34.000 unit atau senilai Rp 4,3 triliun.
Baca Juga : Angka Backlog Belum Terinci, Ikaderi Dorong Pemerintah Susun Database Perumahan
“Ini sudah seperti siklus tahunan yang terjadi berulang-ulang. Selalu muncul alasan-alasan klasik yang menyebabkan terjadinya stagnan realisasi KPR Rumah Subsidi bagi MBR. Sehingga terlihat seperti tidak adanya keinginan mencari solusi atas permasalahan, bahkan ada yang hanya mencari momentum seperti pahlawan MBR di akhir tahun,” tegas Yoyo.
Dikatakan Yoyo, semua sudah mengetahui bahwa backlog perumahan menurut statistik dan beberapa asosiasi pengusaha di bidang perumahan, kurang lebih sekitar 9 juta sampai 12 juta keluarga yang belum memiliki rumah. Jika pemerintah memang serius ingin mengentaskan persoalan tersebut, maka salah satu solusinya adalah kembali membentuk kementrian sendiri yang khusus menangani perumahan.
“Dengan hadirnya Kementerian Perumahan maka persoalan-persoalan klasik seperti kurangnya kuota akan dapat diminimalisir. Selain itu, juga sebagai bukti bahwa pemerintah memang serius dalam membantu MBR untuk memiliki rumah. Adanya keinginan Badan Percepatan Pembangunan Perumahan atau BP3, menurut kami tidak perlu lagi karena sudah ada kementriannya. Sedangkan cikal bakal kementrian dapat disaring melalui tim Satgas Perumahan yang sudah terbentuk sebelumnya,” tukas Yoyo.
Baca Juga : Janji Tambahan Kuota Belum Terealisasi, APERSI Kuatir Pengembang Akan Kolaps
Oleh karena itu, sambung dia, para pengembang mengharapkan di awal pemerintahan Prabowo -Gibran nanti, tepatnya sejak dilantiknya presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2024 dan terbentuknya susunan kabinet, akan menjadi tonggak sejarah dimulainya penyelesaian permasalahan perumahan. Terlebih mengenai kendala-kendala kuota dan anggaran yang selalu menjadi momok yang menakutkan pagi para pengembang rumah subsidi yang sangat merugikan bagi masyarakat MBR.
“Pasti kita semua sepakat, sektor perumahan atau bisnis properti memberikan dampak dan efek domino yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi, menjadi penyumbang PAD bagi negara melalui instrument pajak seperti PPH, PPN, BPHTB dan pendapatan lain-lain bukan Pajak seperti perizinan dan lainnya,” ungkap Yoyo.
Usulan IKADERI
Disamping itu, sektor properti juga membuka lapangan kerja yang banyak dengan jumlahnya yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, kata dia, sangat disayangkan kalau sampai ada hal-hal yang membuat terjadinya stagnan di industri properti, khususnya perumahan bagi MBR.
Baca Juga : REI Optimis Kuota FLPP Ditambah
“Maka, dengan memperhatikan semua kondisi yang ada, kami dari IKADERI mengusulkan agar secepatnya dilakukan berdirinya kembali Kementrian Perumahan, dengan cikal bakalnya dari Satgas Perumahan yang sudah terbentuk. Kementerian Perumahan dapat fokus dan bisa benar-benar membuat program rumah subsidi berkelanjutan,” urainya.
Kementerian khusus ini, imbuhnya, dapat berkoordinasi dengan lembaga lainnya seperti Dirjen Pajak dalam hal memutuskan stimulus Pajak PPH dan BPHTB, dan benar benar tanpa jeda dalam prosesnya. “Kementerian juga dapat bekerja sama dengan pihak perbankan dalam rangka membuat program KPR subsidi yang menarik bagi MBR, memudahkan dalam proses dan persyaratannya, tetapi tidak membebani APBN,” pungkas Yoyo.