BAHAN BANGUNAN – Industri keramik turut merasakan imbas dan dampak buruk dari pandemi Covid-19. Oleh karena itu, para pelaku usaha bidang ini menginginkan dukungan dari pemerintah agar tetap bertahan saat ini.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengatakan, saat ini utilisasi kapasitas produksi nasional sangat drop di bawah 40%, dan ini merupakan terendah yang pernah terjadi selama ini akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, lebih dari 10.000 karyawan dengan terpaksa dirumahkan sejak awal April bahkan diperkirakan bisa lebih dari 15.000 hingga Mei 2020 ini.
[irp]
Oleh karena itu, kata Edy, ASAKI ingin menindaklanjuti Kepmen ESDM no. 89 Tahun 2020 yang telah meminta Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk melakukan perubahan Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) yang berkaitan dengan penurunan harga gas. ASAKI berharap PGN bisa segera mengakomodir permintaan tersebut dan menjalankan Permen ESDM no. 8 thn 2020.
“ASAKI meyakini jika kebijakan penurunan harga gas ini dilakukan, maka akan sangat membantu untuk menyelamatkan industri keramik dan mempercepat pemulihan industri keramik di kuartal ketiga tahun 2020,” ujar Edy Suyanto kepada propertynbank.com, Jumat (1/5) kemarin.
[irp]
Lebih lanjut dikatakan Edy Suyanto, ASAKI juga sangat mendukung adanya usulan stimulus untuk industri dari Kemenperin yang mengatakan bahwa pembayaran gas yang menggunakan kurs tengah dolar Amerika U$D, dipatok di angka Rp 14.000,-, supaya stimulus penurunan harga gas tersebut bisa berjalan optimal untuk peningkatan daya saing industri.
Edy menambahkan, biasanya puncak permintaan keramik setiap tahun adalah saat menjelang hari Raya Idul Fitri dan jelang bulan Agustus hingga akhir tahun. Namun karena adanya pandemi Covid-19, maka tahun ini permintaan keramik durun drastis. Kondisi ini semakin parah karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat hampir semua toko keramik terlaksa tutup.
[irp]
“ASAKI sangat menyayangkan kebijakan tersebut karena saat ini masih ada permintaan kebutuhan keramik dari proyek-proyek renovasi dan pembangunan rumah baru swadaya, yang sudah direncanakan pemakaian keramiknya di bulan April dan Mei menjelang hari raya Idul Fitri. Jadi ibaratnya saat ini sudah jatuh tertimpa tangga,” tukas Edy.
Selain itu, ASAKI kata Edy juga mengharapkan insentif berupa diskon tarif Waktu Beban Puncak 2 (WBP2) secara penuh dari total pemakaian karena hal tersebut akan membantu meningkatkan daya saing industri keramik dimana komponen biaya listrik rata-rata berkisar 8-10% dari total biaya produksi keramik.
[irp]
“Saat ini diskon tarif PLN untuk pemakaian listrik di jam tertentu yaitu WBP2 (23.00-06.00), ini tidak terlalu memberikan dampak positif karena diskon tarif WBP2 hanya dihitung dari selisih kenaikan pemakaian listrik di WBP2. Sedangkan dari awal sebelum kebijakan diskon tarif di WBP2 dijalankan semua industri keramik sudah berproduksi 24 jam sehari,” ungkap Edy.
Sementara menanggapi ramainya impor keramik dari berbagai negara, Direktur PT. Arwana Citramulia Tbk ini mengatakan, ASAKI sangat mengharapkan aksi cepat dari Kemenkeu untuk segera mengeluarkan aturan untuk mengeluarkan keramik asal India dan Vietnam dari daftar negara yang dikecualikan pengenaan (Bea Masuk Tindakan Pengamanan) BMTP.
[irp]
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka impor keramik dari India tahun 2019 lalu meningkat 12x lipat dan impor Vietnam naik 32%. Sedangkan data Januari dan Februari 2020, kembali meningkat 145%. “Harapan kami, setelah selesai wabah Covid-19 stimulus dan kebijakan yang diambil dapat membantu menekan angka impor keramik dari China, India dan Vietnam,” pungkas Edy Suyanto.
0 Responses