Property & Bank

RDPU Tanah-Hanif di Komisi Hukum, Apa Pesan untuk Menteri AHY?

kolaborasi, perkotaan, dana tapera, wakaf produktif, hanif
Advokat Muhammad Joni, S.H., MH., praktisi hukum properti

Propertynbank.com – Dengan bismillah dimula. Esai ini diangkat dari kisah nyata. Walau berat diangkat, menegakkan tanah bukan soal biasa, biar yang hanif saja.  Wafat membela tanah sendiri itu mulia. Hubungan magis tanah dengan orangnya bersifat abadi, begitu doktrin-cum-norma UU Pokok Agraria. Tanah-air alasan Indonesia merdeka.

Kisah nyata ini bukan peristiwa biasa. Komisi III DPR RI  sontak bisa menggelar rapat ikhwal Raden Rasich Hanif Radinal (RHR),  Selasa (17/09/2024), itu seakan karomah istimewa. Pemilik nama Rasich Hanif itu  bukan lagi miliknya sendiri. Nama itu monumen, kini. Dia ialah Wakil Wali (Wawali) Kerajaan Galuh, Jawa Barat. Nama ‘Rasich’ artinya: teguh; dalam ilmu, dari bahasa Arab.

Demi tanah-cum-marwah, Mas Rasich teguh membela hak sampai menit ke menit akhir kelar. Dia berani karena benar, persis seperti nama tengahnya: Hanif (bahasa Arab: حنيف) artinya:  ‘yang benar’.

Karena benar itulah, sosok putra Radinal Moochtar (mantan Menteri Pekerjaan Umum  era Presiden Suharto) tegak di garis terdepan menegakkan tanah. Tahan menahan eksekusi pengosongan lahan restoran ‘Sedjuk’ di Jalan Lebak Bulus III/15, Jakarta Selatan, demi menjaga muruah. Aksi turun gelanggang, dua front (mungkin saja lebih), merapat dengan jarak ketat  di tapal tanah sah bersurat. Mas Rasich terdorong tenaga yang itu dari tanahnya,  kerumunan orang-orang tak berseragam yang tak dikenal identitas mana, selain puluhan yang berseragam dan mengaku bertugas, meransek masuk bergegas. Stamina fisik Raden RHR menurun lemah,  melunglai, sempat direbahkan di balai. Sorot mata publik a.k.a media menyiarkannya. Dengan sorot “mata” yang lain amba  melihat nirfisik semangatnya tegak siap sedia.

Baca Juga : Transformasi Wakaf Properti ke Wakaf Produktif

Tak lama setelahnya, keturunan langsung Raja Galuh akhirnya  wafat. Jamak diwartakan Yang Mulia wafat  di rumah sakit Mayapada,  yang benar di rumah dan tanah yang diperjuangkannya, begitu keluarga mengonformasi warta.  Raden wafat di medan  perjuangan mulia. Di tanah dan rumahnya. Itu alibi hubungan abadi dengan tanahnya. Hak adalah hak. Ijinkan patik menyiarkan novelty doktrinal ini: ‘ada hukum kekekalan hak pada tanah’, mengikuti tiori hukum kekekalan energi dari fisikawan Inggris James Prescott Joule.

Raden Hanif mangkat. Media online pecah memberitakan pengosongan ‘Sedjuk’ yang tak lagi sejuk. Algoritma kisah nyata Raja Galuh itu menyebar, viral sampai ke pucuk pimpinan parlemen. Bukan hal ikhwal biasa jika  Wakil Ketua DPR RI  Lodwwijk F. Paulus turun tangan mengirim undangan kilat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)  memanggil  Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan (Polres Jaksel), dan keluarga Raden RHR.  Rapat resmi itu agendanya tunggal dan  terkesan spesial. Rapat komisi hukum itu  menyigi ironi kisruh eksekusi ‘Sedjuk’. Peristiwa yang tak bisa dilepas kaitkan dengan wafatnya Raden RHR, sosok ‘rasich’ wal ‘hanif’ yang menit demi menit berjuang menghempang  eksekusi tanah miliknya.

Pasti bukan soal hukum biasa-biasa jika power dan wibawa komisi hukum DPR RI menyegerakan RDPU yang dalam satu forum menghadirkan dan menghadap-hadapkan  dua penegak hukum Jaksel dengan  pihak keluarga Raden RHR, walau masih  belum genap 5 (lima) hari wafatnya pemilik wajah teduh. Seakan merekonstruksi ironi peristiwa kisruh ini bahkan merekonstruksi muasal dan kausal hukumnya lebih jauh lagi. Patut mencatatkan memori publik ini sebagai file perkara ‘Tanah-Hanif’. Wibawa negara dan supremasi hukum menjadi  taruhannya, duhai tuan  yang arif.

Membaca  undangan RDPU  yang dikirimkan YM Ahmad Jazuli, Ketua Yayasan Badan Wakaf Keraton Kesepuhan Cirebon, saya membayangkan arwah Raden RHR  tersenyum khas di aras langit  Senayan. Kiprah perjuangan rasich yang menjabat Sekretaris Jenderal DPP FSKN (Forum Sulaturahim Keraton Nusantara) itu terus berlanjut kini, malah menyalakan api semangat  lebih luhur lagi.

Baca Juga : Kontroversi Tarif 3% Dana Tapera, Pengamat Usulkan Bereskan Gap Ekosistem

Walau terdengar klise, namun tidak sulit bagi FSKN mengendus kait-mengait kisruh eksekusi ‘Sedjuk’,  wafatnya Raden RHR, RDPU komisi hukum,  dengan persoalan besar yang mewabahkan mafia tanah.  Ketua Umum DPP FSKN,  Brigjen Pol. (P) Dr. A.A. Mapparessa, MM., M.Si. mengeluarkan pernyataan sikap yang  “mengutuk keras praktik mafia tanah  dan penggunaan kekarasan mengatasnamakan kekuasaan hukum”.  Dititahkannya, “Yang Mulia Raden Rasich Hanif Radinal meninggal  dalam berjuang  melindungi dan mempertahankan  hak, dan menegakkan kebenaran hukum”, tulis Karaeng Turikale VIII, Maros Sulawesi Selatan itu. Surat yang ditujukan ke Presiden, DPR, DPD, penegak hukum dan pengawal HAM, juga kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR).

Itu bukan pernyataan biasa. Bukan karena melanda Sekjen DPP FSKN. Bukan karena ada berada tempua bersarang rendah, dari tamsil seloka. Pernyataan  itu menyuarakan sikap abadi negarawan dalam amaliah ‘nahi munkar’. Yang tak hendak membiarkan mafia tanah  akut mengorupsi  wibawa negara dan  mencoreng moreng wajah supremasi hukum bisa ambyar, bahkan menggoyahkan konstitusional kepastian hukum yang adil sebagai pilar.

Yang Mulia Majelis Pembaca. Masyarakat luas mengetahui masalah tanah adalah masalah paling bermasalah. Publik mengetahui  beleids Menteri ATR/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimukti  Yudhoyono (AHY)  tampil rasich menggencarkan: “gebuk mafia tanah”. Tidak lebay malah fardhu menyokong aksi putra Presiden SBY itu. Menjadi Menteri anggota kabinet itu biasa, ketika Menteri AHY teguh menggebuk mafia tanah, itu ikhtiar luar biasa.

Tersebab diwartakan luas  media, patut mencermati sengkarut hukum eksekusi ‘Sedjuk’, juncto ‘Tanah-Hanif’  yang bukan lagi peristiwa  biasa, tuan. Namun monumen  menegakkan kebenaran hukum dan keadilan substantif dari jeritan abadi anak-anak bangsa  pencari  keadilan  yang tersisihkan.

Sebab itu, tugas mulia yang tidak biasa Menteri AHY  memberantas kisruh  hukum tanah dan membersihkan lorong-lorong gelap-pengap  patologi kronis mafia tanah, adalah ‘nahi munkar’ menegakkan keadilan hukum dalam amaliah bernegara. Setarikan nafas dengan ‘amar ma’ruf’  memastikan keadilan agraria. Menjadikan penguasaan tanah yang hanif.  Pelajaran itu  terang benderang sebagai  monumen keteladanan nilai juang dari sosok Raden RHR.

Baca Juga : Berkah UU DKJ, Esensial Jakarta Tetap Menyala

Saya mengenal Raden RHR ketika bergabung dengan FSKN. Amba ditugaskan Tuanku Sultan Langkat mengisi pos  Departemen Hukum DPP FSKN.  Raden RHR menjabat sebagai Sekjen mendampingi Ketua Umum YM. A.A. Mapparessa. Sempat dua kali berkenan datang bertandang dan berdiskusi panjang,  tersemaikan kesan sosok yang teduh, suaranya damai, pembawaannya tenang, narasi-analisisnya tajam namun tidak menafikan  keteguhan.

Musykil  rasanya Raden RHR  tidak hanif soal tanah, pun mulai dari alam pikiran, apalagi bertindak mengambil hak yang bukan hak. Pun saya memercayai tatkala mencerna bertumpuk dokumen hukum yang disodorkannya kala menyambanginya di lokus ‘Sedjuk’. Kesan  saya beliau sosok pantang menyerah membela hak. Raden Hanif melakukan  jamak perlawanan hukum. Yang teranyar  gugatan perbuatan melawan hukum pada PN Jaksel Nomor 996/Pdt.G/2023/PN Jkt.Sel yang masih bersidang, seperti diwartakan kepada umum.

Dia juga meminta perlidungan hukum menyurati Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung RI. Kepada organ pengawasan kekuasaan kehakiman tertinggi itu beliau menuliskan alasannya berjuang melawan tabiat ini: “..konspirasi yang melawan hukum dan bertentangan dengan prinsip keadilan..”.

Raden RHR menemui Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun beliau tidak pergi. Semangatnya nyata menyertai. Mewasiatkan tekat  yang ‘rasich’ membela hak atas hak, hak pada hak, hak dalam hak.  Algoritma memori publik mencatatkan  Raden RHR teguh bak monumen publik melawan konspirasi pemangsa keadilan hukum.  Dia tegak berdiri melawan ketidakadilan sampai menit-menit penghabisan tubuhnya rubuh, adalah sebuah pesan abadi. Berlaku ‘rasich’ dan ‘hanif’-lah  menegakkan (hak) atas tanah bukan soal biasa, itu prestasi kesatria. Itu ephos bangsawan menegakkan muruah, kebenaran, dan keadilan.

Kiranya esai ini dedikasi dan takziah tujuh hari mangkatnya Raden pejuang hak atas kekebalan hak. Usai fardhu Isha, wudhuk masih ada, nyala cahaya supermoon masih bekerja, paragraf akhir esai ini lengkap, sembari melantunan doa dan membacakan Al Fatiha ummul kitab. Tabik.

(Muhammad Joni, S.H., M.H.: Advokat,  Departemen Hukum  DPP FSKN, anak Langkat musyafir Ibukota Jakarta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini